Jumat, Oktober 21

Suatu Renungan di Malam Hari Part 3

kali ini saya bakal ngomongin sedikit tentang “NIKAH MUDA”
Kenapa bahasan saya tentang nikah muda?  Itu semua berawal dari fenomena yang saya lihat dari seorang ibu muda dan berakhir dengan obrolan saya dengan si kakak tentang nikah muda. hehehe jadi malu saya(aneh gesty)

Sekarang saya ceritain dlu ne, fenomena apa yang saya lihat kemarin siang. Kemarin siang, saya bermaksud ke  bogor kota(kesannya  dramaga pedalaman bgt ya) untuk melamar pekerjaan sebagai guru bimbel (mudah2an diterima). Otomatis sperti biasa saya langsung naik angkot kampus dalam ke arah laladon. Selang beberapa menit setelah saya naik angkot, datanglah 2 penumpang baru yaitu 2 ibu muda yang sedang menggendong anaknya.  Ibu muda A membawa bayi merah dimana ukuran si bayi kecil banget, paling 2,5 kg.  Terus ibu muda B yang membawa bayi usianya kira-kira 3 bulan dan anak kecil yang usianya kira-kira 2,5 tahun.

Hal yang sangat saya sayangkan dari kedua ibu muda ini  adalah rasa perhatian mereka kepada anak-anak mereka sendiri apalgi itu  adalah darah daginng mereka. Mengapa  saya bilang demikian, karena  saya melihat ibu muda A menggendong anaknya dengan  cara  yang menurut  sepengetahuan saya tidak benar. Apalagi bayi tersebut masih baayi merah yang artinya umurnya belum genap sebulan. Ibu itu menggendong bayinya dengan posisi tangan kanan bayi di belakang punggung si ibu. Hal tersebut bisa menyebabkan badan bayi menjadi sakit. Selain itu, setahu saya kalau bayi merah sebaiknya tubuh bayi digedong dulu (istilah kasarnya sih dibungkus dengan kain). Konon tujuannya biar anaknya kalau tidur bisa lama dan tenang. Kan kalau bayi tidurnya ga tenang, bisa-bisa jatuh dari tempat tidur. Kedua, kemarin si Ibu tidak membawa bantal, jadi bayi tidur di tangannya si ibu. Nah, kalau ga salah, ibu saya pernah bilang kan tangan kita panas ti kalau bayinya tidur di tangan kasihan, bayinya kepanasan dan nantinya di belakang kepala sulit tumbuh rambut. Dan yang ketiga, bayi itu menggunakan baju pendek, mana si ibu duduknya di dekat jendela, saya takutnya si bayi itu masuk angin. Sayang sekali bayinya. Saya juga ga habis fikir dengan sikap si ibu yang menurut saya acuh dengan keadaan bayinya.

Tidak hanya ibu muda A yang bersikap demikian, tetapi ibu muda B juga seperti. Anak ibu muda B yang berusia kurang lebih 2,5 tahun tersebut tertidur di angkot dengan posisi yang menurut saya bisa membuat leher si anak sakit. Tapi entah ibunyaa ga tahu atau ga mw tahu, dia membiarkan saja anaknya dengaan posisi seperti itu.

itulah 2  fenomena yaang saya lihat kemarin siang. Dan bisa saya perkirakan bahwa kedua ibu muda tersebut usianya tidak terlalu beda dengan usia saya yaitu sekitar 20 tahun. Dan kemaarin terlintas dalam pikiran saya adalah “Mereka bukanlah ibu yang bertanggung jawab”. Mungkin terlalu kasar, ya itulah emosi saya.  Karena saya berfikir, kalau mereka telah memutuskan untuk menikah muda, otomatis mereka harus berani untuk mempunyai anak dan harus bisa bertanggung jawab dengan anaknya. Dan kalau mereka tidak mampu bertanggung jawab terhadap anaknya sama saja dia menyia-nyiakan anugerah Allah SWT. Kasarnya si seperti itu. Saya pun berfikir mungkin mereka bersikap seperti itu karena tingkat pendidikan mereka yaang tidak cukup tinggi. Tapi apakah seoraang wanita tidaak memiliki rasa sayang yang lebih untuk anaknya sendiri, darah dagingnya sendiri. Dan sayaikan penal bisa mengatakan kedua ibu itu cukup egois, mereka mengguanakn gelang-gelaang seperti anak-anka funky lainnya dengaan akta lain mereka memperhatikan penampilan mereka tetapi mereka tidak memperhatikan anak mereka.

Contohnya ibu saya sendiri, ibu saya tidak mengenyam pendidikan yang cukup tinggi, tapi ibu saya sangat memperhatikan anak2nya karena saya melihat sendiri bagaimana ibu saya mengurus adik saya yang paling kecil. Ibu saya ga akan bisa makan kalau anaknya belum makan, walaupun adik saya sulit makan, dia bahakan akan memaksa adik saya makan, mungkin caranya agak gman gtu, tapi satu hal yang sya tahu ibu saya ingin anaknya sehat dan tidak sakit.

Tapi berbeda dengan kedua ibu tadi, mereka terlihat tidak perhatian dengan anaknya sendiri. Terus apa hubungannya dengan nikah muda? Kalau saya berfiki nikah pada usia muda adalah suatu keputusan yang sulit sekali diambil (menurut saya loh). Kenapa, karena kalau kita sudah berani memtuskan hal tersbut kita harus yakin bahwa kita harus bertanggung jawab atas semua hal yang akan terjadi. Pernikahan itu ga cuma ngomongin masalah kesiapan lahir dan batin. Mungkin hati  ini mengatakan siap tetapi, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi kemudian hari. Bisa  aj,  tiba-tiba suami kita di PHK disaat istri sedang hamil, sedangkan keluarga tersebut belum punya tabungan sepersen pun. Otomatis itu akan menjadi suatu masalah yang cukup besar.

Saya tahu, bahwa tujuan nikah muda  adalah menghindari zina. Tapi bukan berarti banyak orang bisa mengambil  keputusan nikah muda  karena hal itu saja. Pernikahan itu memerlukan banyak kesiapan batin, lahir secara materi. Ga mungkin kan kalian menafkahi istri kalian hanya dengan cinta pastilah dengan materi alias uang. Jadi , kalau niat nikah muda, harus sudah disiapkan sejak jauh-jauh hari sehingga tidak akan menyusahkan orang lain. Selain itu, dari kedu belah pihak juga sudah harus bisa menyadari tanggung jawab yang akan mereka tanggung seperti masalah pangan, sandang, pangan serta masa depan anaknya kelak. Jadi, kalau mw nikah muda, kalian tu jang menjalani cma karena dasar cinta kepada sesama tetapi menyadari bahwa itu atas dasar perintah agama, atas rasa cinta terhadap Allah SWT , dan menciptakan kehidupan yang lebih baik lagi yang sakinah, mawadah dan warahmah.

saya pribadi tidak menolak sepenuhnya tentang nikah muda, tapi sayang sekali apabila seseorang menikah muda kalau mereka belum siap sepenuhnya dan kondisi pun tidak mendukung.  Karena hal tersebut, bisa mendzalimi  orang di sekitar kita  termasuk anak kita nantinya. so, Jangan terlalu memaksakanlah, alihkan saja perhatian itu sejenak ke arah yang mungkin lebih baik dengan cara belajar banyak hal yang nantinya dapat berguna di saat kehidupan berumah tangga.

Dan kakak pun mengatakan sesuatu kepada saya: “Oleh karen itu, kalu ada yang bilang mengapa seorang wanita ga perlu  pendidikan yang tinggi, itu tidak sepenuhnya benar, karena dengan pendidikan yang dia miliki dia akan mampu mengurus anak2nya dengan baik, dia bisa memandang suatu masalah dari banyak sudut pandang, dan bisa mengajari anaknya banyak hal. 

dan saya pribadi pun bersyukur, Allah telaah memberi saya  kesempatan untuk bisa mengenyam pendidikan yaang lebih tinggi karena saya pun akan berfikir bagaimana saya bisa mnegurus anak saya dengan baik, dengaan landsan agama yang kuat dan pendidikan moral yang baik,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar